Langsung ke konten utama

"Maaf, Jika Aku Banyak Kurangnya"

"Senantiasa menemani masa sulit seseorang. Namun, ketika dia sedikit bahagia, dia justru meninggalkanku seorang diri. Ketika, akhirnya dia bisa bernapas lega, dia malah membiarkanku sesak sendirian".

Aku tidak pernah menyesal menemanimu, hingga kau memilih untuk pergi meninggalkanku. Tentang usahaku mengerti dan mendukungmu dalam untung-malangmu. Tentang khawatirku di setiap doa meminta kebahagiaanmu pada semesta. Tentang inginmu yang sebisa mungkin ku upayakan. Tentang keadaanmu yang selalu kupastikan sehat-sehat saja. 

Kupikir aku tidak menyesal melakukan semuanya. Ya, tidak sama sekali. Aku bahagia, sebab perasaanku memuncak dalam dada setiap harinya. Dan, kau juga pantas untuk ditemani dan dibahagiakan dengan sungguh. Seolah aku bertanggung jawab atas perasaanku sendiri, membahagiakan seseorang yang begitu disayanginya dengan tulus.

Di setiap hal-hal pahit yang kau rasakan, aku tidak ingin terlihat bahagia. Di setiap tangis yang keluar dari matamu, aku ikut merasakannya. Aku berkabung dalam dukamu, tidak membiarkanmu seorang diri. Ketika kau merasa tidak baik-baik saja, kuyakinkan bahwa semuanya akan lekas membaik. Ketika, dunia melihatmu payah, aku memandangmu penuh kekaguman. Tidak sekadar karena parasmu, semua baik-burukmu kuterima dengan lapang.

Perjalanan menemanimu memang bukan perjalanan yang mudah. Namun, setiap hari perasaanku tetap mencoba bertahan dengan kuat. Aku orang yang sangat kurang, tidak memiliki materi apa-apa. Aku hanya sanggup belajar mengerti kamu dan duniamu. Belajar menerimamu apa adanya. Aku tidak menuntut banyak hal, sebab melihatmu kesulitan adalah hal yang sangat aku benci. Sebisa mungkin, aku menjadikan dirimu nyaman membersamaiku. Sebisa mungkin, aku mencukupkan diriku sendiri agar selalu pantas menemanimu. 

Namun, sayangnya aku masih sangat kurang di matamu. Aku belum sehebat dan semengerti yang kamu mau. Aku yang menurutmu, belum menerima duniamu seutuhnya. Apa yang telah aku lakukan selama ini, masih jauh dari kata cukup, apalagi kata sempurna. Mungkin inilah alasan klasik, sehingga kau berlalu meninggalkanku. 

Aku sadar diri. Standar setiap orang memang berbeda. Aku merasa telah merasa cukup, melainkan orang lain melihat masih sangatlah kurang. 

Aku tidak akan menahanmu berlalu. Silakan, sebab aku memang pantas untuk ditinggalkan. 
Kelak, mereka yang akan membersamaimu setelah aku, kau ajarkan kata cukup untuk mengerti kamu.

Kini, kau menunjukkan dirimu kembali kepada dunia bahwa kau tampak bahagia. Menunjukkan wajahmu sedang tersenyum dalam beragam postingan foto di media sosial. Sedang, di saat aku masih terpaku dalam sakit, mencari kekuatan. Sangat tidak percaya diri.

Terima kasih.
Akhirnya, doaku telah terjawab yaitu melihatmu selalu sehat dan bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pada Akhirnya yang Selalu Sama"

Pada akhirnya semua orang akan berlalu pergi. Hanya sebagian yang tinggal melengkapi. Hanya sedikit yang mau mengerti.  Pada akhirnya, hanya semesta yang setia menaungi. Selalu melingkupi bahkan melindungi. Pada akhirnya, semua manusia hanyalah lalu lalang yang sempat singgah dan lanjut berjalan pergi. Pada akhirnya, aku tetaplah aku yang dulu. Yang suka berderai di malam hari. Dan pura-pura bersorai di siang hari. Pada akhirnya aku menemui diriku yang rapuh dan mencoba merangkak maju kembali. Pada akhirnya, aku penuh lebam lagi. Dengan luka-luka yang tidak mampu untuk kering hingga dunia terasa asing. Pada akhirnya aku menemukan diriku menatap iri sebab diri hanya mampu untuk berdiri tidak untuk berlari. Pada akhirnya, semua ini tidak akan berakhir. Aku semakin takut akan hari esok. Aku semakin takut atas kenyataan, kehilangan, rasa sakit, hingga patah dan parah lebih dari ini.

"Kamu adalah Penontonnya"

Setiap kisah punya pemeran utama. Pemain yang memegang jalannya cerita. Dia adalah pusat. Dia adalah pokok perhatian.  Dia adalah asal tawa dan air mata, dia adalah pemenang.  Sedangkan, ada juga hadir sebagai pelengkap. Sering disebut sebagai pemeran pembantu. Berdiri di pinggiran untuk meriuhkan cerita. Selalu ada jika diperlukan, selalu siap jika dibutuhkan. Dia adalah penyokong di setiap luang. Pemeran utama selalu punya tempat nyaman di hati penonton. Pemeran pembantu selalu punya tempat seadanya di ingatan penonton. Pemeran utama sulit terlupakan dan pemeran pembantu tidak akan pernah masuk dalam kenangan. Meski, pemeran utama dan ceritanya telah selesai. Bagi penonton, kesannya tidak akan pernah usai. Sedangkan, pemeran pembantu hanya tinggal sebagai sosok yang tidak diingat, walaupun bahkan kisahnya yang belum selesai. Selamat bagi pemeran utama. Kamu hebat.  Selamat juga untuk pemeran pembantu. Kamu harus kuat.

"Abu-Abu"

'Perasaan bisa saja abu-abu, ketika diliputi ketakutan yang semu' Demikian satu kalimat darimu. Satu kalimat tanpa kejelasan. Satu kalimat penuh tanya. Satu kalimat yang samar-samar. Ibarat sebuah tugas tak bernomor. Aku mencari jawab akan perhitungan tanpa angka. Mengapa untuk mencari alasan. Bagaimana untuk mencari kejelasan. Ketika sedang giatnya aku menyelesaikan soalmu, kau malah dengan mudahnya berlalu. Ketika sedang seriusnya aku meminta kepastian, kau malah dengan mudahnya mengiyakan keputusan. Mengapa tidak ada sedikit celah untukku? Mengapa tidak ada sedikit usaha menahanku? Mengapa semudah itu melepasku? Ibarat merangkak penuh bayang.  Aku berjalan menjauh penuh juang. Membawa soal yang tidak terselesaikan. Memikirkan ketakutanmu. Dan memikirkan perasaanmu yang entah untuk siapa. Kasihan, aku!