"Senantiasa menemani masa sulit seseorang. Namun, ketika dia sedikit bahagia, dia justru meninggalkanku seorang diri. Ketika, akhirnya dia bisa bernapas lega, dia malah membiarkanku sesak sendirian".
Aku tidak pernah menyesal menemanimu, hingga kau memilih untuk pergi meninggalkanku. Tentang usahaku mengerti dan mendukungmu dalam untung-malangmu. Tentang khawatirku di setiap doa meminta kebahagiaanmu pada semesta. Tentang inginmu yang sebisa mungkin ku upayakan. Tentang keadaanmu yang selalu kupastikan sehat-sehat saja.
Kupikir aku tidak menyesal melakukan semuanya. Ya, tidak sama sekali. Aku bahagia, sebab perasaanku memuncak dalam dada setiap harinya. Dan, kau juga pantas untuk ditemani dan dibahagiakan dengan sungguh. Seolah aku bertanggung jawab atas perasaanku sendiri, membahagiakan seseorang yang begitu disayanginya dengan tulus.
Di setiap hal-hal pahit yang kau rasakan, aku tidak ingin terlihat bahagia. Di setiap tangis yang keluar dari matamu, aku ikut merasakannya. Aku berkabung dalam dukamu, tidak membiarkanmu seorang diri. Ketika kau merasa tidak baik-baik saja, kuyakinkan bahwa semuanya akan lekas membaik. Ketika, dunia melihatmu payah, aku memandangmu penuh kekaguman. Tidak sekadar karena parasmu, semua baik-burukmu kuterima dengan lapang.
Perjalanan menemanimu memang bukan perjalanan yang mudah. Namun, setiap hari perasaanku tetap mencoba bertahan dengan kuat. Aku orang yang sangat kurang, tidak memiliki materi apa-apa. Aku hanya sanggup belajar mengerti kamu dan duniamu. Belajar menerimamu apa adanya. Aku tidak menuntut banyak hal, sebab melihatmu kesulitan adalah hal yang sangat aku benci. Sebisa mungkin, aku menjadikan dirimu nyaman membersamaiku. Sebisa mungkin, aku mencukupkan diriku sendiri agar selalu pantas menemanimu.
Namun, sayangnya aku masih sangat kurang di matamu. Aku belum sehebat dan semengerti yang kamu mau. Aku yang menurutmu, belum menerima duniamu seutuhnya. Apa yang telah aku lakukan selama ini, masih jauh dari kata cukup, apalagi kata sempurna. Mungkin inilah alasan klasik, sehingga kau berlalu meninggalkanku.
Aku sadar diri. Standar setiap orang memang berbeda. Aku merasa telah merasa cukup, melainkan orang lain melihat masih sangatlah kurang.
Aku tidak akan menahanmu berlalu. Silakan, sebab aku memang pantas untuk ditinggalkan.
Kelak, mereka yang akan membersamaimu setelah aku, kau ajarkan kata cukup untuk mengerti kamu.
Kini, kau menunjukkan dirimu kembali kepada dunia bahwa kau tampak bahagia. Menunjukkan wajahmu sedang tersenyum dalam beragam postingan foto di media sosial. Sedang, di saat aku masih terpaku dalam sakit, mencari kekuatan. Sangat tidak percaya diri.
Terima kasih.
Akhirnya, doaku telah terjawab yaitu melihatmu selalu sehat dan bahagia.
Komentar
Posting Komentar